Berburu
disebutkan dalam bahasa Arab bahwa berburu itu adalah as-said, bentuk masdarnya
“sada” yang berarti Mengambil atau Menangkap. dalam artian menangkap binatang
liar yang notabene tidak ada pemiliknya dan bukan dalam proses jual beli. Para
ulama Fikih bersepakat bahwa hukum berburu hewan itu Mubah (boleh) dilakukan
oleh semua orang yang ingin melakukanya, namun akan diharamkan bilamana orang
yang ingin berburu pada saat melakukan ibadah haji atau umrah dan dijelaskan
didalam al-Quran surah Al-Ma'idah ayat 2 yang menjelaskan bahwa seseorang yang
telah selesai menunaikan ibadah haji atau umrah boleh berburu. Kalimat perintah
‘istadu’, yang berarti “berburulah” dikemukakan setelah adanya larangan berburu
ketika seseorang sedang menunaikan ibadah haji dalam Surah Al-Ma'idah ayat 1.
Ulama Mazhab
Maliki merinci hukum berburu menurut motivasi pemburunya. Berburu hukumnya
mubah, jika dagingnya digunakan untuk konsumsi; hukumnya sunnah, jika digunakan
untuk memenuhi kebutuhan keluarga; hukumnya wajib, jika digunakan untuk
mempertahankan kelangsungan hidup dalam keadaan darurat. Makruh jika hanya
bertujuan untuk main-main. Dan menjadi haram jika bertujuan untuk menganiaya
binatang.
Berburu
Dengan Anjing
Ulama Mazhab
Syafi'i mengemukakan bahwa apabila hewan hasil buruan sempat tergigit oleh
anjing hukumnya haram dan wajib dibersihkan dengan cara dibersihkan sebanyak 7
kali dan satu di antaranya dengan menggunakan air yang bercampur tanah barulah
hewan tersebut hukumnya halal ataupun Suci. Sedangkan menurut Ulama Mazhab
Maliki, Mazhab Syafi‘i, dan Mazhab Hanbali, mengemukakan bahwa bekas gigitan
anjing pemburu itu hukumnya halal dan tidak wajib dibersihkan. Namun juga ada
garis besarnya bahwa hewan buruan tersebut halal untuk dimakan, diantaranya
hewan Pemburu (anjing ,kucing, elang, harimau ataupun singa) harus memenuhi
syarat berburu diantaranya; Hewan Pemburu wajib dalam keadaan terlatih, dalam
artian hewan pemburu sudah meninggalkan watak asalnya dan dapat digunakan
sebagai alat serta bukan berburu untuk dirinya sendiri.
Dimata ulama
mazhab Hanafi, terlatih berarti bahwa binatang itu mau mematuhi perintah
tuannya. Adapun ulama mazhab Syafi'i dan mazhab Hanbali mengemukakan tiga macam
tanda terlatihnya binatang pemburu, yaitu: Jika dilepas oleh tuannya, hewan itu
langsung mengejar sasaran yang diperintahkan. Jika dilarang, dia berhenti, dan
jika menangkap binatang buruannya, dia tidak mau memakannya.
Sebuah hadis
yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad bin Hanbal, Bukhari, dan Muslim dari Adi Ibnu
Abu Hatim menegaskan larangan Rasulullah SAW memakan daging sisa binatang
buruan yang dimakan oleh binatang pemburunya. Tanda-tanda ini harus dapat
dibuktikan berulang kali, sehingga binatang itu benar-benar dipandang sebagai
binatang terlatih. Sedangkan ulama Mazhab Maliki berpendapat bahwa daging sisa
itu boleh dimakan berdasarkan pengertian umum dari Surah Al-Ma'idah ayat 4. [Mustafa
A. Tohan (Pengajar di Prodi Agroteknologi, Universitas Sintuwu Maroso
(Unsimar), Poso)]:
Sumber : www.visimuslim.com
0 Response to "Berburu Dalam Pandangan Islam "
Post a Comment