
Soal : Teman
dialog saya pernah menyampaikan bahwasannya dia mengaku sudah membai'at atau
memiliki khalifah. Meskipun, ketika saya tanya, mana wilayahnya, militer, dsb.
Dia menjawab belum ada dan lagi diusahakan. Karena menurut dia, yang penting
adalah membai'at atau mengangkat khalifah dulu, soal perangkatnya (wilayah,
militer, dll) menyusul. Jika harus nunggu militer dan wilayah dulu ada, maka
akan terlalu lama. Keburu nanti jika mati, maka matinya terkategori mati
jahiliyyah. Jadi angkat dulu khalifah meskipun belum ideal (bisa dikatakan
khalifah darurat). Menurut dia lagi, pemahaman di atas berangkat dari hadits
rasul SAW "Barang siapa yang mati dalam kondisi tidak berba'iat kepada
khalifah maka matinya mati jahiliyyah". Pertanyaan saya : 1. Benarkah
pemahaman teman dialog saya tadi diatas, yang penting "person
khalifah" dulu, bukan "wilayah atau kekuasaan" ? 2. Bagaimana
penjelasan soal hadits yang dijadikan dalil oleh teman dialog saya tadi ? Mohon
ustad berkenan untuk menjawabnya (Amin, Purbalingga)
Jawab :
Definisi khalifah adalah "huwalladzy yanuubu
'anil ummah fi as-sulthan wa tanfiidzi al-ahkam asy-syar'iyyah"
(khalifah adalah orang yang mewakili umat dalam urusan kekuasaan dan penerapan
hukum-hukum syara'). Demikian diterangkan oleh Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani --radhiyallahu
'anhu-- dalam kitabnya Nizhamul Hukmi fi Al-Islam, pada bab Al-Khalifah.
Jadi, khalifah yang dibaiah haruslah mempunyai kekuasaan (as-sulthan)
dan menerapkan hukum-hukum syara' di berbagai aspek kehidupan, seperti sistem
pemerintahan, sistem ekonomi, sistem pendidikan, politik luar negeri, dan
sebagainya. Khalifah yang dimaksud dalam hadits tersebut, tiada lain adalah
khalifah dalam definisi syar'i ini.
Maka, kalau seseorang diangkat sebagai khalifah tapi tidak
mempunyai kekuasaan dan tidak melaksanakan hukum-hukum syara', sebenarnya dia
bukanlah khalifah dalam pengertian syar'i. Membaiah khalifah tanpa kekuasaan
atau tanpa penerapan syariah kepada masyarakat, hukumnya tidak sah menurut
syara' karena telah menyalahi nash-nash syara' yang menerangkan kewenangan (shalahiyat)
khalifah dalam kekuasaan dan penerapan syariah.
Benar, bahwa wajib setiap muslim mempunyai baiat di lehernya
dan bahwa kalau seorang muslim tidak mempunyai baiat kepada mati khalifah,
matinya adalah mati jahiliyah. Tapi ini tidak berarti bahwa orang boleh
membaiat khalifah dengan sembarangan tanpa memperhatikan syarat-syarat syar'i
atau berbagai wewenang (shalahiyat) yang dimiliki khalifah. Sama halnya
shalat adalah wajib atas setiap muslim, dan kalau seorang muslim tidak mau
shalat diancam Allah SWT akan masuk neraka Saqar. Tapi ini tidak berarti
seorang muslim boleh sholat secara sembarangan misalnya shalat tanpa menutup
aurat, tanpa wudhu, dan sebagainya.
Perlu diperhatikan, bahwa kekeliruan mendasar teman Anda (hadaanallahu wa iyyahu)
adalah tidak mampu membedakan antara mengangkat Khalifah (nashbul khalifah)
dengan menegakkan Khilafah (iqamatul khilafah). Kedua hal ini berbeda.
Mengangkat khalifah tidak otomatis menegakkan sistem Khilafah (ketika
Khilafahnya tidak ada, seperti sekarang). Tapi menegakkan Khilafah secara
otomatis akan berimplikasi adanya pengangkatan khalifah. Nah, masalah yang
dihadapi umat Islam setelah hancurnya negara Khilafah di Turki tahun 1924,
justru adalah menegakkan Khilafah (iqamatul khilafah), bukan sekedar
mengangkat Khalifah (nashbul khalifah). Sementara teman Anda mempunyai
pemahaman dasar, bahwa masalah yang perlu dipecahkan hanya sekedar mengangkat
Khalifah (nashbul khalifah), tanpa memperhatikan apakah negara
Khilafah-nya ada atau tidak. Di sinilah pangkal kekeliruan teman Anda.
(Lengkapnya lihat kitab Khilafah 'Ala Minhajin Nubuwwah, karya Wali
Al-Fattah).
Dalam kitabnya Nizhamul Hukmi fi Al-Islam Syaikh
Taqiyuddin an-Nabhani, menerangkan bahwa untuk mengangkat Khalifah (nashbul
khalifah), wajib dipenuhi 7 (tujuh) syarat yang melekat pada pribadi
(person) khalifah. Yaitu seorang khalifah itu wajib : (1) Muslim, (2)
Laki-laki, (3) Baligh, (4) Berakal, (5) Adil (tidak fasik), (6) Merdeka (bukan
budak), dan (7) Mampu.
Sedangkan untuk menegakkan Khilafah (iqamatul khilafah),
harus dipenuhi 4 (empat) syarat. Pertama, khalifah yang dibaiah
wajib memenuhi ketujuh syarat baiah in'iqad
(yaitu ketujuh syarat wajib yang telah disebutkan di atas). Kedua,
negeri (al-balad) tempat khalifah itu dibaiah wajib mempunyai kekuasaan
yang mandiri (sulthanan dzatiyan), bukan di bawah kendali negara kafir. Ketiga,
khalifah itu wajib segera menerapkan hukum-hukum syara' di dalam
negeri. Keempat, khalifah itu wajib segera melaksanakan tugas
mengemban dakwah Islam ke luar negeri.
Demikianlah penjelasan kami secara garis besar saja. Untuk
mengetahui lebih detailnya, termasuk segala dalil-dalilnya, silakan merujuk
pada kitab yang kami sebut tadi, yakni Nizhamul Hukmi fi Al-Islam karya
Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani. Semoga Allah senantiasa memberikan petunjuk
kepada para hamba-Nya yang bertaqwa kepada-Nya. Amin.
Yogyakarta, 29 Juli 2007Oleh : Muhammad Shiddiq Al-Jawi
0 Response to "MEMBAIAH KHALIFAH TANPA PENERAPAN SYARIAH"
Post a Comment