

SOAL : Saya bekerja di bagian R
& D (Research and Development) di sebuah perusahaan insektisida. Salah satu
pekerjaan yang menjadi tanggung jawab saya ialah memelihara nyamuk dan kecoa
dan test efikasi. Perusahaan membeli nyamuk dan kecoa dari IPB terus saya
kembangbiakkan di kandang milik perusahaan. Tujuan pemeliharaan itu ialah untuk
test Efikasi. Tujuan utama test tersebut ialah melakukan uji keampuhan terhadap
produk insektisida yang dibuat oleh perusahaan, juga untuk membandingkan dengan
produk perusahaan lain. Hasil dari test ini adalah nilai KT50 (knock down time
50% = waktu dimana nyamuk sebanyak 50% itu mati/knock down).
Metode yang dilakukan untuk test ini ialah:
1. Dalam ruangan, kurang lebih berukuran 3X3x3 m, dimasukkan obat nyamuk bakar/elektrik yang telah dibakar atau dinyalakan. Setelah 1 sampai 2 jam lalu dimasukkan dalam jumlah tertentu nyamuk (antara 40-100 ekor nyamuk). Nah mulai waktu ini test dimulai. Pengamat mengamati berapa nyamuk yang mati dan kolaps.
2. Untuk obat aerosol (semprot), metode yang digunakan ialah dengan menyemprot langsung kecoa, yang terlebih dahulu diletakkan dalam sebuah baskom. Dari jarak kurang lebih 1 meter, kecoa tersebut disemprot. Pengamat mengamati banyaknya kecoa yang mati dan sebagian yang sekarat dalam waktu tertentu, lalu dicatat.
Itu mungkin metode yang digunakan ustadz. Saya agak bimbang bagaimana tinjauan syara' tentang hal ini. Boleh tidak? ( This email address is being protected from spam bots, you need Javascript enabled to view it , Tangerang)
1. Dalam ruangan, kurang lebih berukuran 3X3x3 m, dimasukkan obat nyamuk bakar/elektrik yang telah dibakar atau dinyalakan. Setelah 1 sampai 2 jam lalu dimasukkan dalam jumlah tertentu nyamuk (antara 40-100 ekor nyamuk). Nah mulai waktu ini test dimulai. Pengamat mengamati berapa nyamuk yang mati dan kolaps.
2. Untuk obat aerosol (semprot), metode yang digunakan ialah dengan menyemprot langsung kecoa, yang terlebih dahulu diletakkan dalam sebuah baskom. Dari jarak kurang lebih 1 meter, kecoa tersebut disemprot. Pengamat mengamati banyaknya kecoa yang mati dan sebagian yang sekarat dalam waktu tertentu, lalu dicatat.
Itu mungkin metode yang digunakan ustadz. Saya agak bimbang bagaimana tinjauan syara' tentang hal ini. Boleh tidak? ( This email address is being protected from spam bots, you need Javascript enabled to view it , Tangerang)
JAWAB :
Setelah kami melakukan pengkajian terhadap fakta percobaan di atas beserta dalil-dalil syar’iy yang terkait dengan masalah ini, kami berpendapat, percobaan itu mubah menurut syara’. Wallahu a’lam.
Setelah kami melakukan pengkajian terhadap fakta percobaan di atas beserta dalil-dalil syar’iy yang terkait dengan masalah ini, kami berpendapat, percobaan itu mubah menurut syara’. Wallahu a’lam.
Adapun dalil kemubahannya adalah sebuah hadits yang
membolehkan membunuh binatang untuk suatu kemanfaatan, termasuk manfaat yang
ingin diperoleh dalam suatu percobaan. Rasulullah SAW bersabda :
“Man qatala ‘ushfuuran ‘abatsan ‘ajja ilallaahi yaumal
qiyaamati yaquulu yaa rabbi inna fulaanan qatalaniy ‘abatsan wa lam yaqtulniy
manfa’atan.” (HR. An-Nasa`i, Ibnu Hibban, dan Ahmad)
(Artinya : “Barangsiapa membunuh seekor burung dengan
sia-sia (tak ada gunanya), maka pada Hari Kiamat burung itu akan berteriak kepada
Allah seraya berkata,'Ya Allah, sesungguhnya si Fulan telah membunuhku dengan
sia-sia dan tidak membunuhku untuk suatu kemanfaatan.”) (HR. An-Nasa`i, Ibnu
Hibban, dan Ahmad, hadits sahih) (Lihat Yusuf Al-Qaradhawi, Norma dan Etika
Ekonomi Islam (terj.), hal. 120).
Hadits di atas secara umum mengharamkan membunuh binatang secara sia-sia (‘abatsan), yaitu yang tidak ada gunanya, misalnya membunuh sekedar untuk main-main atau iseng belaka. Pada saat yang sama hadits di atas membolehkan membunuh binatang untuk suatu manfaat yang ingin diperoleh manusia, misalnya untuk dimakan dan sebagainya. Namun dengan syarat, cara membunuhnya tidak boleh menggunakan api atau yang sejenisnya (seperti listrik) sebab ada hadits Nabi SAW yang melarang hal itu.
Hadits di atas secara umum mengharamkan membunuh binatang secara sia-sia (‘abatsan), yaitu yang tidak ada gunanya, misalnya membunuh sekedar untuk main-main atau iseng belaka. Pada saat yang sama hadits di atas membolehkan membunuh binatang untuk suatu manfaat yang ingin diperoleh manusia, misalnya untuk dimakan dan sebagainya. Namun dengan syarat, cara membunuhnya tidak boleh menggunakan api atau yang sejenisnya (seperti listrik) sebab ada hadits Nabi SAW yang melarang hal itu.
Atas dasar itu, mubah hukumnya melakukan percobaan seperti
yang diterangkan penanya di atas. Baik percobaan membunuh nyamuk maupun kecoa.
Hal itu dibolehkan secara syar’iy karena merupakan pembunuhan yang dilakukan
demi suatu kemanfaatan, bukan untuk main-main yang tiada berguna.
Selain hadits di atas, terdapat dalil lain yang membolehkan percobaan tersebut. Dalil tersebut adalah Qiyas dari hadits yang membolehkan membunuh binatang-binatang tertentu karena adanya illat yang mempersamakan alasan hukumnya, yaitu suka mengganggu/merugikan manusia. Nabi SAW bersabda :
Selain hadits di atas, terdapat dalil lain yang membolehkan percobaan tersebut. Dalil tersebut adalah Qiyas dari hadits yang membolehkan membunuh binatang-binatang tertentu karena adanya illat yang mempersamakan alasan hukumnya, yaitu suka mengganggu/merugikan manusia. Nabi SAW bersabda :
“Khamsun minad dawaabi kulluhunna fawaasiq yuqtalna fil
hilli wal harami : al-ghuraab, wal-hida`tu, wal-‘aqrab, wal-fa`rah, wal-kalbul
‘aquur.” (Muttafaq 'Alaihi)
(Artinya : “Ada lima macam binatang yang semuanya binatang
jahat/pengganggu, boleh dibunuh baik dalam keadaan biasa maupun dalam keadaan
ihram; gagak, elang, kalajengking, tikus, dan anjing gila.”) (Muttafaq 'Alaihi)
(Imam Ash-Shan’ani, Subulus Salam, II/194).
Binatang-binatang yang disebut di atas boleh dibunuh karena
merupakan binatang pengganggu manusia (fawasiq), dan inilah illat (alasan
penetapan hukum) yang menjadi landasan dibolehkannya membunuh binatang-binatang
tersebut (Imam Ash-Shan’ani, Subulus Salam, II/195).
Maka dari itu, kebolehan membunuh binatang-binatang itu
dapat diqiyaskan kepada binatang-binatang lain yang tidak disebut dalam nash
hadits. Maka, kecoa dan nyamuk juga boleh dibunuh diqiyaskan dengan kelima
binatang yang disebut dalam hadits, karena mempunyai illat yang sama, yaitu
mereka merupakan binatang-binatang yang suka mengganggu atau merugikan manusia.
Atas dasar itu, boleh hukumnya melakukan percobaan membunuh
nyamuk dan kecoa seperti diterangkan di atas, sebab pada dasarnya membunuh
binatang pengganggu manusia adalah dibolehkan menurut syara’. Wallahu a’lam [ ]
Oleh : Muhammad Shiddiq Al-Jawi
0 Response to "MEMBUNUH NYAMUK DAN KECOA DALAM RANGKA PERCOBAAN"
Post a Comment