
Soal :
Seorang ibu mengalami pendarahan. Satu minggu
sebelumnya sering keluar flek (bercak-bercak darah). Ibu tersebut tidak tahu kalau
pendarahan tersebut ternyata keguguran. Ia baru tahu pada saat ia diperiksa
dokter. Pertanyaannya, sejak kapan dihitung nifas? (Untuk diketahui, usia janin
sekitar 3 (tiga) bulan. Yang keluar berupa gumpalan darah. Munculnya flek
adalah sejak 22 Mei 2006. Sedang pendarahan terjadi 26 Mei 2006)
(0817xxxxxx)
Jawab :
Darah yang keluar dari wanita hamil karena keguguran ada dua
macam :
Pertama
, darah nifas, yaitu jika yang keluar sudah berbentuk
manusia. Dalam keadaan ini wanita yang keguguran tidak boleh melakukan apa-apa
yang dilarang bagi wanita yang sedang nifas, seperti tidak boleh shalat, tidak
boleh berpuasa, dan tidak boleh digauli oleh suami.
Kedua
, darah rusak (fasad), yaitu jika yang keluar tidak
berbentuk manusia. Dalam hal ini hukum darah tersebut tidak mengikuti hukum
nifas, tapi hukum darah rusak (fasad) atau darah istihadhah. Maka wanita yang
keguguran dihukumi sebagai wanita suci, yakni tetap wajib melaksanakan shalat,
berpuasa Ramadhan, dan boleh digauli oleh suami. (Lihat Muhammad bin Shalih
al-Utsaimin, Fatwa-Fatwa Tentang Wanita [al-Fatawa al-Nisa`iyyah],
penerjemah Irwan Raihan, [Solo : at-Tibyan, 2001], hal. 99-100; Muhammad bin
Abdul Qadir, Haid dan Masalah-Masalah Wanita Muslim, [Mojokerto : Tanpa
Penerbit, 1989], hal. 23; Ibrahim Muhammad al-Jamal, Fiqih Wanita [Fiqh
al-Mar`ah al-Muslimah], penerjemah Anshori Umar Sitanggal, [Semarang :
Asy-Syifa`, 1981], hal. 53).
Adapun batas usia kandungan yang sudah berbentuk manusia,
menurut kami, adalah 40 (empat puluh) hari. Dalil syar’i yang menunjukkan bahwa
pada usia kandungan 40 hari atau 40 malam sudah menunjukkan ciri-ciri fisik
yang berbentuk manusia, adalah hadits Nabi Muhammad SAW berikut :
"Jika nutfah (zigote) telah lewat empat
puluh dua malam [dalam riwayat lain ; empat puluh malam], maka Allah mengutus
seorang malaikat padanya, lalu dia membentuk nutfah tersebut; dia membuat
pendengarannya, penglihatannya, kulitnya, dagingnya, dan tulang belulangnya.
Lalu malaikat itu bertanya (kepada Allah),'Ya Tuhanku, apakah dia (akan Engkau
tetapkan) menjadi laki-laki atau perempuan ?' Maka Allah kemudian memberi
keputusan..."
(HR. Muslim, dari Ibnu Mas’ud RA)
Hadits di atas menunjukkan bahwa permulaan penciptaan janin
dan penampakan anggota-anggota tubuhnya, adalah setelah melewati 40 malam.
Dengan kata lain, pada usia 40 hari itu sudah terwujud ciri-ciri sebagai
manusia yang terpelihara darahnya (ma'shumud dam). Yakni maksudnya haram
untuk dibunuh atau diaborsi sejak usia kandungan 40 hari.
Batas 40 hari itulah yang diisyaratkan oleh sebagian ulama
mazhab Syafii untuk menggolongkan darah wanita yang keguguran sebagai darah
nifas. Dalam kitab Kifayatul Akhyar Juz I hal. 74, Imam Taqiyuddin
al-Husaini al-Syafi’i menjelaskan darah nifas sebagai berikut :
"Adapun darah nifas, adalah darah yang keluar
dari farji wanita setelah melahirkan...sama saja apakah yang dilahirkan itu
dalam keadaan hidup atau mati, dalam kondisi utuh atau kurang (cacat). Demikian
pula [sama saja] apakah yang dilahirkannya berupa ‘alaqah atau
mudhghah..."
Pada kalimat terakhir di atas, pengarang kitab Kifayatul
Akhyar telah memasukkan darah dari wanita yang mengeluarkan ‘alaqah
(embrio) atau mudhghah (fetus), sebagai darah nifas. Dari sini dapat dipahami,
bahwa darah dari wanita yang mengeluarkan nuthfah (zigote, yakni yang berumur
40 hari), tidak tergolong darah nifas.
Pengarang kitab telah mengisyaratkan istilah ‘alaqah dan
mudhghah sebagaimana hadits Abdullah bin Mas’ud, yang berkata bahwa Rasulullah
SAW telah bersabda :
"Sesungguhnya setiap kamu terkumpul
kejadiannya dalam perut ibumu selama 40 hari dalam bentuk ‘nuthfah’ (zigote),
kemudian dalam bentuk ‘alaqah’ (embrio) selama itu pula [40 hari], kemudian
dalam bentuk ‘mudghah’ (fetus) selama itu pula [40 hari], kemudian ditiupkan
ruh kepadanya."
(HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Ahmad, dan Tirmidzi)
Dengan demikian, jika terjadi keguguran pada wanita hamil,
maka kategori darahnya adalah sebagai berikut :
Pertama
, jika yang keluar sudah berbentuk manusia, yaitu sudah
berusia 40 hari atau lebih, maka darah itu dihukumi darah nifas. Wanita yang
keguguran tidak boleh melakukan apa-apa yang dilarang bagi wanita yang sedang
nifas, seperti tidak boleh shalat, tidak boleh berpuasa, dan tidak boleh
digauli oleh suami.
Kedua
, jika yang keluar belum berbentuk manusia, yaitu belum berusia
40 hari, maka darah itu dihukumi darah rusak (fasad) atau darah istihadhah.
Maka wanita yang keguguran dihukumi sebagai wanita suci, yakni tetap wajib
melaksanakan shalat, berpuasa Ramadhan, dan boleh digauli oleh suami.
Adapun sejak kapan dihitung sebagai darah nifas, adalah
sejak keluarnya darah yang secara syar’i didefinisikan sebagai darah nifas.
Definisi darah nifas, adalah darah yang keluar dari farji wanita sehabis
melahirkan anak, atau darah yang keluar sesudah keluarnya sebagian besar tubuh anak,
sekalipun hanya berupa anak guguran asal sudah nyata sebagian bentuknya.
(Ibrahim Muhammad al-Jamal, Fiqih Wanita [Fiqh al-Mar`ah al-Muslimah],
penerjemah Anshori Umar Sitanggal, [Semarang : Asy-Syifa`, 1981], hal. 53).
Maksudnya, jika seorang wanita telah mengeluarkan darah
nifas –seperti yang didefinisikan itu— maka sejak saat itulah dia dikatakan
telah mengeluarkan darah nifas, dan kepadanya diberlakukan hukum-hukum nifas.
Kesimpulan
Jika kita menerapkan hukum syara’ yang telah dijelaskan di
atas pada kasus yang ditanyakan, kesimpulannya adalah sebagai berikut :
Pertama
, darah yang keluar pasca keguguran, adalah termasuk
kategori darah nifas. Sebab usia janin sudah lebih dari 40 hari. Wanita yang
mengalami kasus ini tidak boleh melakukan apa-apa yang dilarang bagi wanita
yang sedang nifas, seperti tidak boleh shalat, tidak boleh berpuasa, dan tidak
boleh digauli oleh suami.
Kedua
, batas waktu dihitungnya darah nifas, adalah sejak
terjadinya pendarahan, setelah keluarnya anak guguran berupa gumpalan daerah.
Pada kasus yang ditanyakan, batasnya adalah sejak terjadinya pendarahan yang
terjadi pada tanggal 26 Mei 2006. Jadi batas nifas tidak dihitung sejak
munculnya flek (22 Mei 2006), tidak juga setelah diberi tahu oleh dokter ketika
diperiksa (setelah tanggal 26 Mei 2006 itu), melainkan sejak terjadinya
pendarahan itu sendiri, sesudah keluarnya anak guguran berbentuk gumpalan darah
(26 Mei 2006).
Ketiga,
bercak darah (flek) yang muncul pada tanggal 22 Mei
hingga 26 Mei 2006 (tanggal terjadinya pendarahan), tidak dihukumi sebagai
darah nifas, melainkah darah istihadhah. Maka pada kurun waktu 22 Mei hingga 26
Mei 2006, wanita tersebut dihukumi sama dengan wanita yang suci, yaitu tetap
wajib melaksanakan shalat, berpuasa Ramadhan, dan boleh digauli oleh suami.
Jika pada kurun waktu tersebut wanita tersebut meninggalkan shalat karena
bercak darah tersebut dianggap darah nifas, maka shalat yang ditinggalkan wajib
diqadha`. Sebab bercak darah itu sebenarnya bukanlah darah nifas, melainkan
darah istihadhah. Wallahu a’lam [ ]
Yogyakarta,
22 Juni 2006Oleh : Muhammad Shiddiq Al-Jawi
0 Response to "PENDARAHAN PASCA KEGUGURAN, SEJAK KAPAN DIHITUNG NIFAS?"
Post a Comment