
SOAL :
Ustadz, bagaimana
hukumnya berobat dengan air kencing (urin) manusia? (Zhaqi, Jakarta,
08129936XXX)
JAWAB :
Pertama-tama perlu
dipahami bahwa ada perbedaan pendapat (khilafiyah) di kalangan ulama
mengenai hukum berobat (at-tadaawi/al-mudaawah) dengan zat najis dan
haram. Termasuk dalam hal ini berobat dengan air kencing manusia, sebab ia
adalah haram dan najis. Mengenai hukum berobat (at-tadaawi/al-mudaawah)
dengan zat najis dan haram, ada ulama yang mengharamkannya, seperti Ibnu Qayyim
Al-Jauziyyah. Ada yang membolehkan seperti ulama Hanafiyah. Ada yang
membolehkan dalam keadaan darurat, seperti Yusuf Al-Qaradhawi. Ada pula yang
memakruhkannya, seperti Syaikh Taqiyuddin An-Nabhani. Pendapat yang rajih
(kuat) menurut pemahaman kami, adalah yang memakruhkannya.
Terdapat dua
kelompok hadits yang nampak bertentangan (ta’arudh) dalam masalah ini.
Di satu sisi, ada hadits-hadits yang melarang berobat dengan benda yang haram dan
najis, misalnya hadits Rasulullah SAW bersabda,"Sesungguhnya Allah
tidak menjadikan obat bagimu pada apa-apa yang diharamkankan Allah
atasmu." (HR Bukhari dan Baihaqi).
Rasulullah SAW
bersabda pula,"Sesungguhnya Allah SWT menurunkan penyakit dan obat, dan
menjadikan setiap penyakit ada obatnya. Hendaklah kalian berobat, dan janganlah
kalian berobat dengan sesuatu yang haram." (HR Abu Dawud).
Di sisi lain, ada
hadits-hadits yang membolehkan berobat dengan benda najis dan haram. Misalnya
hadits bahwa Nabi SAW membolehkan suku ‘Ukl dan ‘Uraynah berobat dengan meminum
air kencing unta (HR Muslim) (Lihat Imam Al-Wahidi, Asbabun Nuzul,
hamisy [catatan pinggir] kitab Tafsir wa Bayan Kalimat Al-Qur`an, karya
Syaikh Hasanain M. Makhluf, hal 168). Hadits ini membolehkan berobat dengan
najis, sebab air kencing unta itu najis.
Dalam hadits lain
dari Anas RA, Rasulullah SAW memberi keringanan (rukhsah) kepada Zubair
bin Al-‘Awwam dan Abdurrahman bin Auf untuk memakai kain sutera karena
menderita penyakit gatal-gatal. (HR Bukhari dan Muslim) (Lihat Imam
Nawawi, Terjemah Riyadhus Shalihin, I/623). Hadits ini membolehkan
berobat dengan benda yang haram (dimanfaatkan), sebab sutera haram dipakai oleh
laki-laki, sebagaimana diriwayatkan dalam hadits lain dalam riwayat Bukhari,
Muslim, Abu Dawud, dan At-Tirmidzi.
Di sinilah lalu
Syaikh Taqiyuddin An-Nabhani mengkompromikan (men-jama’) kedua kelompok
hadits di atas. Menurut Syaikh An-Nabhani, sabda Nabi SAW untuk tidak berobat
dengan yang haram tidak otomatis menunjukkan keharaman, tapi sekedar
menunjukkan tuntutan (thalab) untuk meninggalkan perbuatan. Sedangkan
dua hadits di atas yang membolehkan berobat dengan benda najis dan haram, oleh
Syaikh An-Nabhani dijadikan qarinah (petunjuk) yang memperjelas sifat
tuntutan tersebut. Kesimpulannya, tuntutan tersebut adalah tuntutan (thalab)
yang tidak tegas (ghairu jazim), sehingga hukum syara’ yang diistinbath
adalah makruh, bukan haram (Taqiyuddin An-Nabhani, Asy-Syakhshiyah
Al-Islamiyah, III/110).
Dengan demikian,
berobat dengan suatu materi yang zatnya najis, atau zat yang haram untuk
dimanfaatkan (tapi tidak najis), hukumnya adalah makruh. Jadi, berobat dengan
air kencing manusia adalah makruh, tidak haram. Wallahu a’lam [ ]
Yogyakarta, 14 Maret 2006Oleh : Muhammad Shiddiq Al-Jawi
0 Response to "BEROBAT DENGAN AIR KENCING MANUSIA"
Post a Comment