
SOAL :
Saat ini obat yang
mengandung alkohol semakin banyak diproduksi. Sedangkan alhokol itu sendiri
haram dikonsumsi walaupun sedikit. Bagaimana hukum mengkonsumsi obat tersebut,
apakah hal itu diperbolehkan?
(Asy-Syaukani, Bogor)
JAWAB :
Ada perbedaan
pendapat (khilafiyah) di kalangan ulama, mengenai hukum berobat (at-tadaawi/al-mudaawah)
dengan benda najis dan haram. Termasuk dalam hal ini berobat dengan obat yang
mengandung alkohol (etanol), sebab alkohol adalah haram dan najis. Ada yang
mengharamkan, seperti Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah. Ada yang membolehkan seperti
ulama Hanafiyah. Ada yang membolehkan dalam keadaan darurat, seperti Yusuf
Al-Qaradhawi. Ada pula yang memakruhkannya, seperti Taqiyuddin An-Nabhani.
Pendapat yang rajih (kuat) menurut pengasuh, adalah yang memakruhkannya.
Terdapat dua
kelompok hadits yang nampak bertentangan (ta’arudh) dalam masalah ini.
Di satu sisi, ada hadits-hadits yang melarang berobat dengan benda yang haram
dan najis, misalnya hadits Rasulullah SAW bersabda,"Sesungguhnya Allah
tidak menjadikan obat bagimu pada apa-apa yang diharamkan atasmu." (HR
Bukhari dan Baihaqi).
Di sisi lain, ada
hadits-hadits yang membolehkan berobat dengan benda najis dan haram. Misalnya
hadits bahwa Nabi SAW membolehkan suku ‘Ukl dan ‘Uraynah berobat dengan meminum
air kencing unta (HR Muslim) (Lihat Imam Al-Wahidi, Asbabun Nuzul,
hamisy [catatan pinggir] kitab Tafsir wa Bayan Kalimat Al-Qur`an, karya
Syaikh Hasanain M. Makhluf, hal 168). Hadits ini membolehkan berobat dengan
najis, sebab air kencing unta itu najis.
Dalam hadits lain
dari Anas RA, Rasulullah SAW memberi keringanan (rukhsah) kepada Zubair
bin Al-‘Awwam dan Abdurrahman bin Auf untuk memakai kain sutera karena
menderita penyakit gatal-gatal. (HR Bukhari dan Muslim) (Lihat Imam
Nawawi, Terjemah Riyadhus Shalihin, I/623). Hadits ini membolehkan
berobat dengan benda yang haram (dimanfaatkan), sebab sutera haram dipakai oleh
laki-laki, sebagaimana diriwayatkan dalam hadits lain dalam riwayat Bukhari,
Muslim, Abu Dawud, dan At-Tirmidzi.
Di sinilah lalu
Syaikh Taqiyuddin An-Nabhani mengkompromikan (men-jama’) kedua kelompok
hadits di atas. Menurut An-Nabhani, sabda Nabi SAW untuk tidak berobat dengan
yang haram tidak otomatis menunjukkan keharaman, tapi sekedar menunjukkan
tuntutan (thalab) untuk meninggalkan perbuatan. Sedangkan dua hadits di
atas yang membolehkan berobat dengan benda najis dan haram, oleh An-Nabhani
dijadikan qarinah (petunjuk) yang memperjelas sifat tuntutan tersebut.
Kesimpulannya, tuntutan tersebut adalah tuntutan (thalab) yang tidak
tegas (ghairu jazim), sehingga hukum syara’ yang diistinbath adalah makruh,
bukan haram (Taqiyuddin An-Nabhani, Asy-Syakhshiyah Al-Islamiyah,
III/110).
Dengan demikian,
berobat dengan suatu materi yang zatnya najis, atau zat yang haram untuk
dimanfaatkan (tapi tidak najis), hukumnya adalah makruh. Jadi, berobat dengan
obat yang mengandung alkohol adalah makruh, tidak haram. Wallahu a’lam [
Yogyakarta, 9 Juni
2005
Oleh :
Muhammad Shiddiq
Al-Jawi
0 Response to "OBAT MENGANDUNG ALKOHOL"
Post a Comment