
SOAL : Bolehkah menjadi penagih kredit berbunga?
(0813XXXXXX)
JAWAB :
Menjadi penagih kredit berbunga adalah haram, berdasarkan kaidah fiqih yang berbunyi : Maa hurrima fi’luhu hurrima thalabuhu (Apa yang diharamkan melakukannya, diharamkan pula memintanya) (Imam As-Suyuthi, Al-Asybah wa An-Nazha`ir fi Al-Furu’, hal. 102; Abdul Hamid Hakim, As-Sulam, hal. 75).
Kaidah tersebut secara umum menjelaskan bahwa apa saja yang haram dilakukan oleh seorang muslim, misalnya memperoleh uang dari jalan yang haram, diharamkan pula meminta (menuntut/mencari) uang tersebut. Sebagai contoh, ada seseorang yang memperoleh uang suap (risywah). Maka haram hukumnya meminta uang tersebut dari orang tersebut berdasarkan kaidah fiqih di atas. Contoh lain, ada seseorang yang menjadi pelacur (PSK/WTS) yang memperoleh uang dari zina yang dilakukannya. Maka haram hukumnya meminta uang tersebut, berdasarkan kaidah fiqih di atas. Contoh lain, ada seseorang yang berprofesi sebagai kahin (paranormal/dukun yang mengaku bisa meramalkan masa depan). Maka haram meminta uang dari hasil profesinya itu berdasar kaidah fiqih tersebut. Contoh lain lagi, ada seorang pencuri, perampok, atau koruptor yang memperoleh uang dari perbuatan dosanya itu. Maka diharamkan meminta uang tersebut, berdasar kaidah tersebut.
Demikian pula misalnya ada seseorang yang memperoleh uang dari aktivitas riba (seperti kredit berbunga), maka haram hukumnya meminta uang riba tersebut berdasarkan kaidah fiqih tersebut (Abdul Hamid Hakim, Mabadi` Awwaliyah, hal. 45).
Atas dasar itu, haram hukumnya menjadi penagih kredit berbunga, karena pada dasarnya penagih itu meminta sesuatu yang diharamkan melakukannya, yaitu membungakan uang yang jelas diharamkan syara’. Sebab bunga termasuk ke dalam riba yang diharamkan.
Menjadi penagih kredit berbunga adalah haram, berdasarkan kaidah fiqih yang berbunyi : Maa hurrima fi’luhu hurrima thalabuhu (Apa yang diharamkan melakukannya, diharamkan pula memintanya) (Imam As-Suyuthi, Al-Asybah wa An-Nazha`ir fi Al-Furu’, hal. 102; Abdul Hamid Hakim, As-Sulam, hal. 75).
Kaidah tersebut secara umum menjelaskan bahwa apa saja yang haram dilakukan oleh seorang muslim, misalnya memperoleh uang dari jalan yang haram, diharamkan pula meminta (menuntut/mencari) uang tersebut. Sebagai contoh, ada seseorang yang memperoleh uang suap (risywah). Maka haram hukumnya meminta uang tersebut dari orang tersebut berdasarkan kaidah fiqih di atas. Contoh lain, ada seseorang yang menjadi pelacur (PSK/WTS) yang memperoleh uang dari zina yang dilakukannya. Maka haram hukumnya meminta uang tersebut, berdasarkan kaidah fiqih di atas. Contoh lain, ada seseorang yang berprofesi sebagai kahin (paranormal/dukun yang mengaku bisa meramalkan masa depan). Maka haram meminta uang dari hasil profesinya itu berdasar kaidah fiqih tersebut. Contoh lain lagi, ada seorang pencuri, perampok, atau koruptor yang memperoleh uang dari perbuatan dosanya itu. Maka diharamkan meminta uang tersebut, berdasar kaidah tersebut.
Demikian pula misalnya ada seseorang yang memperoleh uang dari aktivitas riba (seperti kredit berbunga), maka haram hukumnya meminta uang riba tersebut berdasarkan kaidah fiqih tersebut (Abdul Hamid Hakim, Mabadi` Awwaliyah, hal. 45).
Atas dasar itu, haram hukumnya menjadi penagih kredit berbunga, karena pada dasarnya penagih itu meminta sesuatu yang diharamkan melakukannya, yaitu membungakan uang yang jelas diharamkan syara’. Sebab bunga termasuk ke dalam riba yang diharamkan.
Dalam kitab As-Sulam hal. 75 Abdul Hamid Hakim memberikan
dalil yang menjadi dasar perumusan kaidah Maa hurrima fi’luhu hurrima thalabuhu
tersebut. Dalil kaidah ini adalah firman Allah SWT (artinya) :
“Dan janganlah kamu tolong menolong dalam berbuat dosa dan
pelanggaran.” (QS Al-Maaidah : 2) (Lihat Abdul Hamid Hakim, As-Sulam, hal. 75)
Ayat ini secara umum mengharamkan tolong menolong dalam
berbuat dosa, termasuk perbuatan seseorang meminta kepada orang lain sesuatu
yang diharamkan melakukannya, sebagaimana dirumuskan dalam kaidah fiqih tadi.
Selain berdasarkan kaidah fiqih di atas, menjadi penagih
kredit berbunga juga diharamkan dari tinjauan hukum wakalah (perwakilan), yakni
penagih itu telah melakukan akad wakalah yang tidak sah. Dalam kitabnya
Al-Asybah wa An-Nazha`ir fi Al-Furu’ bab Al-Wakalah hal. 261 Imam As-Suyuthi
mengemukakan suatu kaidah fiqih : Man shahhat minhu mubasyaratusy syai`i shahha
taukiiluhu fiihi ghairohu wa tawakkuluhu fiihi ghairuhu wa man laa falaa.
(Barangsiapa sah melakukan sesuatu perbuatan, sah pula dia mewakilkan kepada
orang lain atau menjadi wakil dari orang lain; sebaliknya barangsiapa tidak sah
melakukan sesuatu, maka tidak sah pula dia mewakilkan atau menjadi wakil orang
lain).
Berdasarkan kaidah itu, menjadi penagih kredit adalah haram,
sebab si penagih telah menjadi wakil dalam akad wakalah yang tidak sah. Karena
penagih telah bertindak mewakili kreditor dalam aktivitas yang tidak boleh
dilakukan kreditor, yaitu menagih bunga dari kredit yang diberikannya kepada
debitur (pengutang). [ ]
Yogyakarta,
21 Juli 2005 Oleh : Muhammad Shiddiq Al-Jawi
0 Response to "MENJADI PENAGIH KREDIT BERBUNGA"
Post a Comment