Tanya :
Nama saya Meilany (25 tahun), agama
saya Islam, kakak dan ayah saya Kristen, sedangkan ibu dan adik saya Budha.
Selama ini kami hidup sama seperti keluarga lainnya. Saya menjadi muslim ketika
kuliah semester satu, sebelumnya saya ikut ayah. Ayah ibu saya memang
demokratis, membebaskan anak-anaknya untuk memeluk agama yang diyakininya, yang
terpenting bagi mereka kami tidak mempermainkan agama yang kami peluk, serta
sungguh-sungguh memegang keyakinan kami masing-masing. Di keluarga kami ada
tradisi untuk merayakan hari besar setiap agama yang kami anut secara
bersama-sama, walaupun tidak pergi ke rumah ibadahnya. Biasanya kami
merayakannya dengan makan bersama, saling mengucapkan selamat, serta berdo’a
bersama. Yang membuat saya bingung adalah:
1. Bolehkah apa yang
dilakukan kami sekeluarga?
2. Apakah berarti
kami mempunyai tuhan yang sama?
3. Halal atau
haramkah makanan yang dimasak oleh ibu saya terutama ketika merayakan hari
besar (natal, paskah, tahun baru cina) ?
4. Bagaimana sikap
saya ke orang tua dan saudara-saudara seharusnya?
5. Bolehkah saya
mengajak mereka untuk memeluk Islam, bagaimana caranya?
Demikian pertanyaan
dari saya. Besar harapan saya bapak berkenan untuk menanggapi pertanyaan saya
ini.
(Meilany, Semarang).
Jawab :
1. Hukum Merayakan
Hari Raya Agama Lain
Haram hukumnya
seorang muslim turut merayakan hari raya agama lain, baik dengan mengikuti
ritual agamanya maupun tidak, termasuk juga memberi ucapan selamat dan berdoa
bersama.
Merayakan hari raya
agama lain haram hukumnya karena perbuatan itu termasuk menghadiri atau
mempersaksikan suatu kebohongan/kebatilan. Allah SWT berfirman :
"Dan
(hamba-hamba Tuhan Yang Maha Penyayang itu ialah) orang-orang yang tidak
menghadiri kebohongan..."
(QS Al-Furqan [25]
: 72).
Kalimat "laa
yasyhaduuna az-zuur" dalam ayat itu menurut Ibnu Taimiyah maknanya
yang tepat adalah "tidak menghadiri kebohongan (az-zuur)",
bukan "tidak memberikan kesaksian palsu". Sedang kata "az-zuur"
itu sendiri oleh sebagian tabi’in seperti Mujahid, adh-Dhahak, Rabi’ bin Anas,
dan Ikrimah artinya adalah hari-hari besar kaum musyrik atau kaum jahiliyah
sebelum Islam (Imam Suyuthi, Al-Amru bi Al-Ittiba’ wa An-Nahyu ’An
Al-Ibtida` (terj.), hal. 91-95; M. Bin Ali Adh-Dhabi’i, Mukhtarat
Iqtidha` Shirathal Mustaqim (terj.), hal. 59-60). Jadi, ayat di atas adalah
dalil haramnya seorang muslim untuk merayakan hari-hari raya agama lain,
seperti hari Natal, Waisak, Paskah, Imlek, dan sebagainya.
Selain itu, seorang
muslim yang turut merayakan hari raya agama lain, berarti telah menyerupakan
dirinya dengan kaum kafir. Padahal Islam telah mengharamkan muslim untuk
menyerupakan dirinya dengan kaum kafir pada hal-hal yang menjadi ciri khas
kekafiran mereka, seperti hari-hari raya mereka. Hadits Nabi SAW,"Barangsiapa
yang menyerupai suatu kaum maka ia termasuk golongan mereka." (HR
Abu Dawud) (Lihat Syaikh bin Baz, Penjelasan Tuntas Hukum Seputar
Perayaan, hal. 76)
Mengucapkan selamat
hari raya dan berdoa bersama juga haram hukumnya, karena masih termasuk perbuatan
mempersaksikan kebohongan atau menyerupakan diri dengan kaum kafir. Ibnu Qayyim
Al-Jauziyyah berkata,"Adapun memberi ucapan selamat yang terkait
syiar-syiar kekufuran yang menjadi ciri khas kaum kafir, hukumnya haram menurut
kesepakatan ulama, misalnya memberi selamat atas hari raya atau puasa mereka..."
(Ahkam Ahli Adz-Dzimmah Juz I/162)
2. Mempunyai Tuhan
Yang Sama?
Seorang muslim tidak
sama tuhannya dengan tuhan orang kafir, walau pun mereka melakukan do’a
bersama. Dalilnya adalah firman Allah SWT :
"Katakanlah,’Hai
orang-orang yang kafir, aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan
kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah..."
(QS Al-Kaafiruun
[109] : 1-3)
Maka dari itu, wajar
Allah SWT menganggap doa atau ibadat orang-orang kafir hanyalah sia-sia belaka,
sesuai firman-Nya :
"Dan doa (ibadat) orang-orang
kafir itu, hanyalah sia-sia belaka." (QS Ar-Ra’d [13]
: 14).
3. Hukum Makanan
Hari Raya
Jika makanan hari
raya itu berupa sembelihan, seperti daging sapi, dan disembelih sendiri oleh
non-muslim yang berhari raya, hukumnya haram, karena termasuk sembelihan atas
nama selain Allah atau "maa uhilla li ghairillah bihi" (QS
Al-Maa`idah : 3). Adapun jika makanan itu bukan sembelihan, seperti
buah-buahan, hukumnya boleh.
’Aisyah RA isteri Nabi
SAW pernah ditanya seorang wanita,"Kami punya tetangga dari kalangan
non-muslim yang selalu merayakan hari raya, lalu mereka memberi hadiah makanan
kepada kami. Apakah kami boleh memakannya?" ’Aisyah menjawab,"Adapun
hewan yang disembelih untuk hari raya itu, maka janganlah kamu memakannya. Tapi
makanlah [buah] dari pohon-pohon mereka." (Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, Ahkam
Ahli Adz-Dzimmah, Juz I/194).
4. Sikap Terhadap
Keluarga
Sikap yang perlu
Anda ambil adalah : (1) Istiqamah, yakni terus konsisten mengamalkan
ajaran Islam walaupun berbeda dengan tradisi anggota keluarga lainnya (QS
11:112). Jangan sampai Anda larut dan terpengaruh dengan tradisi keluarga yang
bertentangan dengan Islam, seperti merayakan Natal bersama; (2) Memberi
pengertian, yakni menjelaskan dengan baik bahwa apapun ajaran Islam yang
Anda laksanakan, semuanya adalah karena menjalankan perintah Allah semata (QS
6:162-163), bukan karena Anda membenci keluarga. Mudah-mudahan mereka bisa
memahaminya; (3) Berperilaku baik, terutama kepada ibu bapak. Tetaplah
berbakti dan taat kepada mereka, selama apa yang mereka minta tidak melanggar
ketentuan Allah SWT (QS 29:8; QS 31:15). Allah SWT berfirman,"Dan Kami
wajibkan manusia (berbuat) kebaikan kepada kedua orang ibu-bapaknya. Dan jika
keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang tidak ada
pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya..."
(QS Al-’Ankabuut [29] : 8)
5. Mengajak Keluarga
Masuk Islam
Mengajak keluarga
masuk Islam hukumnya boleh, bahkan wajib atas Anda jika Anda mampu. Caranya
adalah dengan dakwah, baik lewat perkataan maupun perbuatan.
Dengan perkataan, maksudnya Anda mengajak mereka kepada Islam dengan
ucapan-ucapan Anda (QS 16:125). Fokuskan pada masalah aqidah (keimanan), karena
aqidah adalah pondasi agama. Dengan perbuatan, maksudnya tunjukkanlah perilaku
yang baik sebagai seorang muslim (QS 41:33). Demikianlah, selamat berdakwah
Saudaraku. Semoga Allah membimbingmu selalu. Amin [ ]
Yogyakarta, 10
Pebruari 2007
Oleh :
Muhammad Shiddiq
al-Jawi
0 Response to "MUALLAF TURUT MERAYAKAN HARI RAYA AGAMA LAIN DI TENGAH KELUARGANYA"
Post a Comment